Cari Blog Ini

Kamis, 22 April 2010

Komunikasi Pertanian

PENDAHULUAN
Pembangunan Pertanian di Indonesia tetap dianggap terpenting dari keseluruhan pembangunan ekonomi, apalagi semenjak sektor pertanian ini menjadi penyelamat perekonomian nasional karena justru pertumbuhannya meningkat, sementara sektor lain pertumbuhannya negatif. Beberapa alasan yang mendasari pentingnya pertanian di Indonesia :
(1) potensi sumberdayanya yang besar dan beragam,
(2) pangsa terhadap pendapatan nasional cukup besar,
(3) besarnya penduduk yang menggantungkan hidupnya pada sektor ini
(4) menjadi basis pertumbuhan di pedesaan
Potensi pertanian yang besar namun sebagian besar dari petani banyak yang termasuk golongan miskin adalah sangat ironis terjadi di Indonesia. Hal ini mengindikasikan bahwa pemerintah bukan saja kurang memberdayakan petani tetapi sektor pertanian keseluruhan. Disisi lain adanya peningkatan investasi dalam pertanian yang dilakukan oleh investor PMA dan PMDN yang berorientasi pada pasar ekspor umumnya padat modal dan perananya kecil dalam penyerapan tenaga kerja atau lebih banyak menciptakan buruh tani. Berdasarkan latar belakang tersebut ditambah dengan kenyataan justru kuatnya aksesibilitas pada investor asing /swasta besar dibandingkan dengan petani kecil dalam pemanfaatan sumberdaya pertanian di Indonesia, maka dipandang perlu adanya grand strategy pembangunan pertanian melalui pemberdayaan petani kecil. Melalui konsepsi tersebut, maka diharapkan mampu menumbuhkan sektor pertanian, sehingga pada gilirannya mampu menjadi sumber pertumbuhan baru bagi perekonomian Indonesia, khususnya dalam hal pencapaian sasaran :
(1) mensejahterkan petani,
(2) menyediakanpangan,
(3) sebagai wahana pemerataan pembangunan untuk mengatasi kesenjangan pendapatan antar masyarakat maupun kesenjangan antar wilayah,
(4) merupakan pasar input bagi pengembangan agroindustri,
(5)menghasilkan devisa,
(6) menyediakan lapangan pekerjaan

(7) peningkatan pendapatan nasional, dan (8) tetap mempertahankan kelestarian sumberdaya
POTENSI AGRIBISNIS INDONESIA
Indonesia mempunyai potensi yang sangat besar dalam pengembangan agribisnis bahkan dimungkinkan akan menjadi leading sector dalam pembangunan nasional. Potensi agribisnis tersebut diuraikan sebagai berikut :
1. Dalam Pembentukan Produk Domestik bruto , sektor agribisnis merupakan penyumbang nilai tambah (value added) terbesar dalam perekonomian nasional, diperkirakan sebesar 45 persen total nilai tambah.
2. Sektor agrbisnis merupakan sektor yang menyerap tenaga kerja terbesar diperkirakan sebesar 74 persen total penyerapan tenaga kerja nasional.
3. Sektor agribisnis juga berperan dalam penyediaan pangan masyarakat. Keberhasilan dalam pemenuhan kebutuhan pangan pokok beras telah berperan secara strategis dalam penciptaan ketahanan pangan nasional (food security) yang sangat erat kaitannya dengan ketahanan sosial (socio security), stabilitas ekonomi, stabilitas politik, dan keamanan atau ketahanan nasional (national security).
4. Kegiatan agribisnis umumnya bersifat resource based industry. Tidak ada satupun negara di dunia seperti Indonesia yang kaya dan beraneka sumberdaya pertanian secara alami (endowment factor). Kenyataan telah menunjukkan bahwa di pasar internasional hanya industri yang berbasiskan sumberdaya yang mempunyai keunggulan komparatif dan mempunyai konstribusi terhadap ekspor terbesar, maka dengan demikian pengembangan agribisnis di Indonesia lebih menjamin perdagangan yang lebih kompetitif.
5. Kegiatan agribisnis mempunyai keterkaitan ke depan dan kebelakang yang sangat besar (backward dan forward linkages) yang sangat besar.Kegiatan agribisnis (dengan besarnya keterkaitan ke depan dan ke belakang) jika dampaknya dihitung berdasarkan impact multilier secara langsung dan tidak langsung terhadap perekonomian diramalkan akan sangat besar.



Tinjaun Praxis Globalisasi
Globalisasi merupakan kontinum dari skenario idiologi dan mode kapitalisme liberal yang embrionya telah lama dicetuskan oleh Adam Smith. Efisiensi (profit maxization) adalah ruhnya, revolusi industri motornya, teknologi dan institutional finance internasional (GATT, WTO, IMF) adalah medianya, dan imperialisme/ kolonialisme awal perwujudannya. Pelaku utamanya adalah kaum borjuis (the big bourgeoisie), yakni Trans National Corporation (Althusser). Tujuannya adalah melanggengkan dominasi dengan menghindari modus fisik melalui hegemoni, yakni dominasi (kolonialisme) perspektif dan ideologi yang berbasis produksi ilmu, pengetahuan, dan teknologi. Pada perkembangannya, hegemoni berkembang dari
Merkantisilme ke berbagai aspek neo-kolonialisme (ekonomi, sosial, politik, dan budaya). Secara praktis historis-empiris, pen-Spanyol-an Amerika merupakan dasar globalisasi tahap pertama, lalu disusul dengan perang dingin (globalisasi idiologi). Sedangkan Marshal Plan merupakan awal dari peng-Amerika-an dunia (globalisasi ekonomi modern).Secara teoretis globalisasi merupakan episodis dari teori evolusi (Hegel, Comte, Darwin, Ricardo, Mill, Malthus) yang meyakini bahwa masyarakat akan berkembang dari primitive ke modern, modernisasi seluaruh bangsa (Rostow, McClelland, Inkeles), rekayasa sosial (social engineering) atau Social Darwinisme (Spencer), pengintegrasian ekonomi nasional kepada sistem ekonomi global (Fakih), pembiasan batas-batas sosial, ekonomi, idiologi, politik, dan budaya suatu negara atau bangsa (Tjiptoherijanto), penghapusan peta dunia (Naisbith, Huntington, dan Topler), development aid (Kruijer), percepatan kapitalisme pasca krisis kapitalis di tahun 1930-an (Fakih), dan basic need strategy (Grant). Menurut Salim (1995), globalisasi mencakup lima unsur penting, yaitu:
1) globalisasi dalam perdagangan, yaitu dengan adanya AFTA, APEC, dan WTO;
2) globalisasi investasi, dimana modal akan mengalir ke tempat yang memberi banyak keuntungan;
3) globalisasi industri, dimana suatu barangtidak hanya diproduksi pada suatu tempat akan tetapi dibanyak tempat;
4) globalisasi teknologi, terutama teknologi di bidang informasi, telekomunikasi,
transportasi, dan sebagainya;
5) globalisasi konsumsi, dimana terjadi peralihan dari pemenuhan kebutuhan (needs) kepada pemenuhan permintaan (wants). Dengan demikian terjadi reduksi kedaulatan ekonomi suatu negaraoleh konvensi internasional.
Dampak Globalisasi Pertanian
Globalisasi secara teoretis penuh dengan tuntutan atas negara-negara yang ingin (dipaksa harus) terlibat, seperti mengendurkan bea masuk,mengendurkan proteksi, mengurangi subsidi, memangkas regulasi ekspor-impor, perburuhan, investasi, dan harga, serta melakukan privatisasi atas perusahaan milik negara. Kondisi tersebut tidak akan banyak membawa produk-produk lokal ke pasar internasional. Sekalipun perusahaan- perusahaan TNCs dibebani tanggungjawab sosial, namun fenomenanya tidak akan jauh berbeda dengan pola kemitraan atau contrac farming yang pada hakekatnya bermodus eksploitasi.
Syarat-syarat yang ditetapkan sesungguhnya merupakan perangkap yang sulit ditembus oleh negara dunia ketiga. Kecenderungannya akan mempercepat proses penurunan daya saing produk lokal. Pada perkembangnnya, segala sesuatu yang berbau lokal akan melemah dan hilang. Mahatir (Kompas, 5/2/2004) berpendapat bahwa pengintegrasian
Perekonomian dunia hanya akan membawa malapetaka bagi negaramberkembang. Itu bukan hanya merusak ekonomi lokal, tetapi juga akan menciptakan perlambatan ekonomi, anarki ekonomi, dan kekacauan sosial (social chaos). Mander, Barker, dan Korten (2003) menyatakan bahwa globalisasi ekonomi justru menciptakan kondisi sebaliknya dari klaim para penganjurnya. Kegagalan itu tidak hanya disuarakan oleh oposisi tetapi juga oleh para pendukungnya. UNDP (1999) melaporkan bahwa ketimpangan antar,petani kaya dengan petani miskin semakin meluas setelah diberlakukannya,globalisasi. Adalah sistem perdagangan dan sistem keuangan global sebagai biang keroknya. Menurut CIA, globalisasi tidak menyentuh kaum miskin, termasuk petani gurem (peasant) yang jumlahnya sangat dominan di Indonesia. Globalisasi cenderung menghancurkan tatanan dan modal-modal sosial. Meskipun gagasannya dituangkan dalam kerangka pemberdayaan masyarakat sebagai penampakan corporate social responsibility TNCs, namun hasilnya tetap tidak pernah terwujud.

Menurut Pollnac (1988) dan Garkovich (1989), menghadirkan sebuah lembaga baru dalam suatu masyarakat dengan maksud memotong struktur hubungan atau jaringan (sosial, komunikasi, kerja) yang telah terpola atau berlangsung mapan, merupakan skenario yang tidak mengindahkan karakteristik sosio-budaya dan pranata lokal, dan dengan ini kegagalan bisa terjadi. Hasil penelitian FAO atas negara-negara yang mengimplementasikan kesepakatan putaran uruguay di 16 negara menunjukkan telah terjadinya trend konsentrasi pertanian yang jelas berakibat pada marginalisasi petani kecil, meningkatnya pengangguran dan angka kemiskinan. Impor berbagai produk dan bahan baku pertanian kian hari kian meningkat. Meskipun jumlah produk pertanian yang diekspor dan dipasarkan di pasar domestik jauh lebih tinggi daripada impor, namun selisih nilainya hanya 2 persen (Khudori, 2003). Nilai 2 persen sesungguhnya tidak berarti,karena jika dianalisis, nilai transaksi berjalan produk pertanian Indonesia itu sesungguhnya devisit. Betapa tidak, produk pertanian yang diekspor oleh Indonesia sesungguhnya adalah produk yang padat dengan input luar (impor). Keunggulan produk tersebut jelas sangat bersifat kompetitif semu (shadow competitivenes). TNCs sebagai pihak yang paling tahu akan efisiensi memandang bahwa proses produksi usahatani (on-farm) sangat rentan terhadap risiko dan ketidakpastian, untuk itu ia menerapkan strategi
kemitraan atau contarc farming.
Memang sebagai “pemaklun” yang sangat ketergantungan, petani Indonesia masih merasakan keuntungan. Sebagaimana dikatakan Evans (1979) dan Warren (1980), negara ketiga bisa menikmati kemajuan meskipun berada dalam kondisi ketergantungan, suatu proses yang disebutnya sebagai “dependent development”. Namun keuntungan tersebut jauh lebih rendah dibandingkan dengan biaya dan kerugian yang harus ditanggung,
Perkembangan TI Bidang Pertanian
Guna mendorong perkembangan pertanian di Indonesia, PT Microsoft Indonesia bekerjasama dengan Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat (LPPM), sebuah lembaga non profit di bawah naungan IPB (Institut Pertanian Bogor), meluncurkan program TI@Pertanian. Program ini merupakan prakarsa Microsoft untuk mendukung program pemerintah dalam merevitalisasi pertanian melalui pemenuhan kebutuhan akses informasi kepada para petani. Melalui program ini, Microsoft akan mendirikan 7 pusat belajar berbasis masyarakat yang disebut Community Training and Learning Center (CLTC) untuk para petani di daerah yang memiliki keterbatasan akses terhadap informasi. Enam diantaranya di tempatkan di Jawa Barat dan satu di Kalimantan Timur. "Kebutuhan akan akses informasi sangat tinggi di kalangan petani. Selama ini para petani menghadapi kendala keterbatasan informasi sehingga membatasi potensinya," ungkap Presiden Direktur PT Microsoft Indonesia Tony Chen. Tony Chen menjelaskan bahwa sejak tahun 2003.
Microsoft telah memprakarsai program Unlimited Potential (UP), dimana Microsoft bermitra dengan lembaga swadaya masyarakat untuk mewujudkan sarana belajar jangka panjang dengan mendirikan CTLC bagi berbagai komunitas masyarakat di berbagai sektor di Indonesia, termasuk di sektor pertanian. Temuan di lapangan menunjukkan perkembangan sektor pertanian mengalami kendala keterbatasan informasi. Keterbatasan tersebut cukup memprihatinkan, mengingat potensi sektor pertanian di Indonesia sangat tinggi.
Hasil Sensus Pertanian 2003 yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik menunjukkan luas lahan produktif yang dimiliki rumah tangga pertanian terus menunjukkan peningkatan yang signifikan tiap tahunnya. Tercatat pada tahun 2003 luas lahan produktif untuk pertanian sudah mencapai 19,67 juta ha. Sementara itu BPS juga mencatatkan jumlah penduduk produktif untuk sektor pertanian cukup tinggi yaitu mencapai 43% dari jumlah total penduduk produktif di Indonesia (93,72 juta jiwa). Hal tersebut yang melatarbelakangi komitmen Microsoft untuk lebih memfokuskan diri dalam memberikan akses informasi kepada komunitas petani, melalui program TI@Pertanian yang diluncurkan hari ini (22/9).
Diharapkan pemenuhan kebutuhan akan akses informasi itu menjadi salah satu upaya untuk mengurangi ketergantungan petani kepada tengkulak, dapat memperluas pasar, meningkatkan produksi, meningkatkan taraf hidup, dan terus mengembangkan pengetahuannya dengan belajar dari petani di daerah lain. Kedepannya Microsoft juga akan menggandeng Lembaga non profit lainnya yang membina komunitas petani untuk mendirikan CTLC di daerah yang memiliki keterbatasan terhadap akses informasi. Pada setiap CTLC disediakan fasilitas berupa perangkat teknologi yang dapat dimanfaatkan secara maksimal oleh para petani maupun keluarganya. Para petani dapat mengakses informasi seluas-luasnya, saling bertukar pendapat, berdiskusi dan meningkatkan kapasitas dirinya dalam hal teknologi informasi. Para petani dapat mengakses informasi melalui internet, membaca perkembangan seputar pertanian di e-library yang telah disediakan yaitu Pustaka Tani (www.pustakatani.org). Selain itu para petani dapat mencontoh kesuksesan petani dari daerah lain atau berbagi pengalaman kepada petani lainnya, berdiskusi masalah pertanian, mempelajari dan menerapkan hasil penelitian yang telah dikembangkan oleh Institut Pertanian Bogor (IPB), mengetahui musim tanam yang tepat, mendapatkan kontak perusahaan yang membutuhkan hasil pertanian, atau mendapatkan koleksi e-book yang baik yang membahas masalah pertanian maupun topik lainnya. "Dengan informasi yang disediakan di Pustaka Tani, para petani dapat memperkaya dirinya karena mereka dapat mempelajari praktek pertanian yang berhasil di daerah lain, mereka pun dapat berbagi pengalaman dengan petani lainnya.
Mereka juga akan mendapatkan informasi yang cepat mengenai regulasi-regulasi yang dibuat oleh pemerintah, periode musim tanam, juga akses terhadap pasar yang lebih luas. Mereka bahkan dapat berhubungan langsung dengan Departemen Pertanian melalui fasilitas email," ujar Chen. Peluncuran program yang dilakukan hari ini (22/9) di Aula kantor pusat IPB-Bogor, bertepatan dengan acara Dies Natalis IPB yang ke-42. Pada peluncuran tersebut juga dilakukan penandatanganan Campus Agreement antara PT Microsoft Indonesia dengan Insitut Pertanian Bogor (IPB). IPB tercatat sebagai sebuah lembaga yang sudah melegalkan seluruh penggunaan peranti lunaknya yang berbasis teknologi Microsoft melalui program Campus Agreement. Pada kesempatan tersebut, dalam pidato Menteri Pertanian Dr. Ir. Anton Apriyantono MS, yang diwakili oleh Dr. Ahmad Suryana, Kepala Badan Litbang Pertanian, mengatakan bahwa masalah dan tantangan pembangunan pertanian yang dihadapi saat ini semakin kompleks.
Masyarakat dituntut untuk menerapkan prinsip-prinsip manajemen moderen agar mampu mengantisipasi segala bentuk perubahan yang berlangsung secara cepat. Segala bentuk perubahan-perubahan yang terjadi dalam pembangunan pertanian membutuhkan perencanaan dan perumusan kebijaksanaan yang matang. Perencanaan dan perumusan kebijaksanaan pembangunan pertanian harus didukung dengan data/informasi yang handal. Dan, pada masa sekarang, data/informasi yang handal tersebut hanya dapat diperoleh melalui penerapan dan pemanfaatan teknologi informasi. "Karena itu, Sistem Informasi Pertanian, yang juga terus dikembangkan oleh Departemen Pertanian harus mampu mendukung pemerintah, petani/swasta dan pelaku usahatani lainnya dalam pembangunan pertanian secara menyeluruh. Dukungan ini berbentuk penyediaan informasi yang akurat, tepat waktu, dan spesifik pada permasalahan, serta penyediaan infrastruktur (termasuk CTLC yang sedang dikembangkan Microsoft dan IPB ini) yang diharapkan akan mampu meningkatkan komunikasi data/informasi pertanian antar berbagai pelaku usahatani," ujarnya. Sementara itu, Rektor IPB Prof.Dr.Ir.H.Ahmad Ansori Mattjiek, MSc mengatakan dalam penataan organisasi, fungsi penelitian dan pengabdian masyarakat diefektifkan pengelolaannya dalam satu unit Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat (LPPM) untuk mengkoordinir 13 pusat-pusat penelitian dan pemberdayaan masyarakat di lingkungan IPB. Selain tugas tersebut LPPM juga mengemban tugas untuk mengkoordinir terobosan penelitian dan pemberdayaan masyarakat yang bersifat multi-disiplin dan multi instansi. Salah satu terobosan yang pada hari ini kita saksikan adalah peningkatan kualitas pada tujuh desa ataupun daerah binaan LPPM-IPB dengan fasilitas teknologi informasi dan komunikasi berupa komputer dan jarngan Internet melalui kerjasama dengan PT. Microsoft Indonesia. Tentang Program Unlimited Potential (UP) Program Unlimited Potential (UP) merupakan inisiatif global Microsoft yang diluncurkan pada tahun 2003, dimana Microsoft bermitra bersama dengan lembaga swadaya masyarakat untuk memberikan sarana belajar jangka panjang dengan mendirikan Community Training and Learning Center (CTLC). Program ini sejalan dengan inisiatif Departemen Komunikasi dan Informasi untuk memberikan akses kepada setengah dari total populasi penduduk di Indonesia sampai pada tahun 2015 melalui pendirian Community Access Point (CAP). Selama hampir 3 (tiga) tahun berjalan, Microsoft telah bermitra dengan 7 (tujuh) lembaga koordinator untuk mendirikan 28 CTLC yang tersebar sebagai berikut:
1. Aceh (4 CTLC) 2. Padang Pariaman (1 CTLC) 3. Jambi (1 CTLC) 4. Medan (2 CTLC) 5. Parapat (1 CTLC) 6. Jakarta (3 CTLC) 7. Bandung (1 CTLC) 8. Sukabumi (1 CTLC) 9. Bojonegoro (1 CTLC) 10. Surabaya (1 CTLC) 11. Pontianak (1 CTLC) 12. Bali (2 CTLC) 13. Mataram (1 CTLC) 14. Makassar (1 CTLC) 15. 6 (enam) CTLC di Jawa Barat dan 1 (satu) CTLC di Kalimantan di bawah naungan LPPM-IPB Sampai saat ini telah tercatat peserta yang mengikuti training komputer sekitar 7.000 orang.
Daftar Pustaka
http://m.detik.com

www.ipb.ac.id

http://www.fp.brawijaya.ac.id/academic/pdf/13_7makalah.pdf.

http://pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/uploads/2009/10/dampak_globalisasi_terhadap_pertanian_indonesia.pdf.

1 komentar: